Oleh: Nasrullah, S.Pd.I
Mahasiswa
Pascasarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor,
Jurusan
Pemikiran dan Pendidikan Islam
Tulisan ini
hanya sekedar mengevaluasi hari ibu yang orang-orang kadang lupa dan kadang
pula ingat akan hari itu entah sengaja melupakannya atau memang benar-benar
lupa. Hari ibu, termasuk hari-hari dengan penamaan lainnya seperti hari
pahlawan, hari kebangkitan nasional, hari guru dan hari-hari lainnya tentu
memiliki makna atau menyimpan sebuah kenangan yang indah ataupun sebaliknya.
Umpamanya hari guru, mungkin hari itu menandakan hari yang penuh dengan
sejarah, moment yang penting, tidak bisa untuk dilupakan yang orang-orang harus
memperingatinya atau tidak, dan begitu juga hari ibu. Jika melihat pengorbanan
seorang ibu untuk anak-anaknya, dimulai ia mengandung, melahirkan sampai
mendidik anak-anaknya sampai saat ini patut untuk diberikan penghargaan.
Penghargaan yang tidak akan pernah bisa dibalas oleh anak-anaknya, karena kasih
sayangnya yang tulus. Maka tidak salah jika ada sebuah lagu yang sudah popular
dari dulu hingga sekarang “kasih ibu sepanjang beta tak terhingga sepanjang
masa, hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia”.
Kasih seorang
ibu yang tidak pernah lelah, dia rela mengalah, tidak tidur sepanjang malam
kecuali sedikit, tidak pernah mengeluh, selalu tersenyum dihadapan anak-anaknya
walaupun ia merasakan beratnya tanggung jawab sebagai seorang ibu. Dan itulah
seorang ibu, ia rela berkorban untuk kita semua. Namun sangat disayangkan
ketika ada anak yang membangkang terhadap perintah ibunya, ia tega mencaci maki
ibunya, menghardiknya, bahkan sampai membunuhnya disebabkan karena keinginannya
yang tidak dipenuhi oleh ibunya. Sangat memprihatinkan memang kondisi anak-anak
sekarang yang banyak bertingkah seperti itu, bertindak kasar, masa bodoh
terhadap ibunya. Apakanya yang salah? Apakah didikan ibunya yang salah, atau
karena anaknya yang memang benar-benar tidak mau dididik? Maka tidak salah
memang pepatah yang mengatakan “air susu dialas dengan air tuba” yang
berarti bisa disandingkan/diartikan dengan kondisi saat ini bahwa
kebaikan-kebaikan yang telah seorang ibu berikan malah dibalas dengan
keburukan.
Kadang orang
merelakan waktu untuk sang pacar. Ia menghabiskan hari-harinya bersamanya.
Mungkin juga disibukkan dengan pekerjaannya. Tapi bagaimana dengan ibunya? Ia
justru malah mencampakkannya, ia tidak ingat bagaimana dulunya perjuangan ibu
dalam mengasuhnya, merawatnya hingga bisa berhasil menjadi sarjana. Apalah
gunanya gelar jika ia tidak berbakti kepada ibunya? Sadarlah putera puteri
bangsaku, kembalilah kepada ibumu, temui ia, berbaktilah kepadanya selagi
kalian dan ia masih ada di kehidupan ini. Memang kadang anak serba salah dalam
berbuat kebaikan terhadap ibunya. Mengapa? Kadang-kadang ada juga ibu yang tega
terhadap anak-anaknya, menyiksa bahkan membunuh darah dagingnya sendiri. Coba
lihat betapa malangnya anak-anak yang tidak berdosa, setelah kelahirannya
mereka tidak mendapat pengakuan dari ibunya, ia dibuang begitu saja, di tempat
sampah, di semak-semak dan tempat-tempat buruk lainnya yang seharusnya anak
bersama ibunya.
Kadang ketika anak-anak
seperti itu sudah tumbuh dewasa, maka ia mulai berfikir dan bertanya-tanya “di manakah
ibunya? Segitu tegakah ibunya menitipkannya di panti asuhan? Apa kesalahan yang
ia perbuat hingga saat ini ia tidak pernah bertemu dengan ibunya? Apa
sebenarnya yang menjadikan ibunya tega dan rela meninggalkannya begitu saja? Dan
pertanyaan-pertanyaan lainnya. Dan memang sejahat apapun orang tua khususnya
ibu, tentu ia tidak menginginkan anaknya menjadi jahat. Namun terkadang nafsu
jahatnya lah yang menyebabkan ia berbuat melanggar hati nuraninya sendiri
begitu juga anak yang melupakan ibunya. Hati nurani yang bersih seorang ibu
tentu tidak akan pernah berbuat demikian terhadap anak-anaknya.
Beberapa hari
yang lalu, di salah satu media cetak beredar sebuah berita seorang ibu tiri
yang tega berbuat aniaya terhadap anaknya bahkan tega membunuhnya. Atas dasar
apa ia berbuat seperti itu? Apakah karena kenakalan anaknya? Penulis rasa jika
seorang anak berbuat sedikit nakal, karena ia masih berada dalam masa-masa
pertumbuhan, jadi wajar saja karena anak-anak masih belum bisa membedakan mana
yang baik dan mana yang buruk, mana hal-hal yang tidak boleh/perlu dilakukan
oleh anak seusianya bahkan hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh orang dewasa
maupun orang tua, dan sekali lagi penulis katakan ini wajar, justru dengan
perilaku anaknya seperti itulah seorang ibu harus membimbingnya. Namun yang
ingin penulis katakan di sini adalah seberapa jahat seorang ibu, maka seorang
anak harus tetap berbuat baik kepadanya, tetap berbakti. Karena jasa-jasanya
yang tidak akan pernah bisa untuk diganti dengan sesuatu apapun kecuali dengan
cara membahagiakannya, dan itupun penulis rasa masih sangat kurang, jauh sekali
dari pada jasa-jasa yang telah ia berikan kepada anak-anaknya.
Tulisan ini
tidak bermaksud untuk menjelek-jelekkan seorang ibu ataupun anak-anaknya, namun
hanya sebagai bahan evaluasi. Yaitu sudah sejauh mana peran seorang ibu dalam
mendidik anak-anaknya dan sejauh mana bakti anak-anaknya terhadap ibunya yang
sudah melahirkan, mendidik serta membesarkannya sampai saat ini. Dan mungkin di
hari ibu-lah semua itu akan mengingatkan akan jasa-jasa seorang ibu. Walaupun
sebenarnya berbakti, berbuat kebaikan terhadap ibu tidaklah mengenal tempat dan
waktu, kapan dan di manapun, tapi seoarang anak harus berbakti dengan penuh
kesungguhan selama sisa hidupnya. Hari ibu, 22 Desember adalah hari yang mungkin
penuh dengan sejarah. Salah jika seorang anak hanya mengucapkan “selamat
hari ibu” pada waktu itu saja, namun bagaimana hari-hari lainnya? Apakah
hanya dengan mengucapkan “selamat hari ibu” itu sudah mewakili
berbaktinya seorang anak terhadap ibunya? Penulis rasa ini tidak, dan inilah
yang menjadi permasalahan kita bersama. Hari ibu hanyalah sebagai
peringatan/mengingatkan kembali bagi orang-orang yang jauh dari ibunya, jauh
dari berbakti kepadanya, hari yang diharapkan dapat menyadarkan kembali bagi
mereka yang lupa akan ibunya, lupa akan jasa-jasa serta kebaikan-kebaikan yang
selama ini diberikan kepadanya.
Kadang anak
lupa kepada ibunya ketika ia sudah menduduki, atau mendapatkan pekerjaan,
kedudukan yang tinggi dalam pemerintahan misalnya. Tapi ingatlah, semua ini tidak lepas dari campur tangan
seorang ibu. Di balik kesukesan seorang anak, ada seseorang yang senantiasa
mendorongnya, memberikan semangat dan do’a, ialah orang-orang terdekatnya
khususnya “IBU”. Ibu adalah
seorang sosok yang luar biasa, dengan kasih sayangnya ia rela mati untuk
membela anak-anaknya ketika bahaya mengancam. Ia pertaruhkan nyawanya hanya
untuk melindungi anak-anaknya yang ia sayangi, dan sungguh ironis dan
mengecewakan jika ada anak yang durhaka terhadap ibunya. Maka jangan
sekali-kali kita mengecewakan ibu kita, jika hal itu terjadi maka segeralah
meminta maaf kepadanya dan segera memperbaiki kesalahan yang telah kita perbuat.
Karena dengan mengecewakannya, berarti kita telah mengundang murka Tuhan.
Mengapa? Karena dengan kekecewaannya bisa saja jalan hidup kita tidak akan
mulus, hidup penuh dengan kesulitan, terombang ambing dalam banyaknya
permasalahan hidup yang tidak kunjung selesai dan masalah lainnya.
Jika seoang ibu
sudah mengalami usia lanjut, wajar jika ia memiliki sikap atau sifat sensitif. Memang
ada juga anak yang tidak mau mengakui ibunya, hal ini disebabkan beberapa
faktor. Bisa jadi karena ia sudah sukses menjadi jutawan punya mobil mewah,
istri cantik, anak-anak yang cerdas, sedangkan ibunya? Miskin, tidak punya
apa-apa, lantas anak ini tidak mau mengakui ibunya sendiri entah karena apa,
entah malu atau lupa? Atau sengaja melupakan ibunya? Cukuplah kisah “Malin
Kundang” menjadi pelajaran bagi kita bersama. Dan anak yang baik adalah
anak yang selalu ingat kepada ibunya, anak yang selalu berusaha untuk
membanggakan ibunya, membahagiakannya dengan segenap jiwa raga. Jadi intinya
adalah berbakti kepada orang tua khususnya ibu adalah hal yang harus dilakukan,
tidak mengenal tempat, ruang dan waktu, kapan dan dimanapun kita berada tetap
harus berbakti kepadanya. Berbakti kepadanya tidak hanya pada hari tertentu
saja tapi sepanjang zaman selagi hayat masih dikandung badan. Lalu bagaimana
jika orang tua telah tiada? Maka bagi orang Islam yang dilakukan adalah
menyambung tali “silaturrahim” terhadap saudara, kaarib kerabat dari
orang tua termasuk teman-teman mereka dan senantiasa mendo’akan mereka.
Mendo’akan tidak hanya ketika mereka ada tapi ketika mereka tiada pun mereka
haruslah tetap dido’akan untuk kebaikan dunia dan akhirat atas jasa-jasa mereka
yang sangat luar biasa bagi kehidupan anak-anaknya. Allahu A'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar