(Sebuah resensi singkat terhadap karya Dr. Ulil Amri Syafri,
M.A)
Oleh: Nasrullah, S. Pd.I
Pendidikan di Indonesia
dewasa ini sepertinya mengalami kemunduran. Hal ini terbukti dengan banyaknya kasus
tawuran antar sekolah, universitas, para penjabat negara atau bahkan dari pihak
aparat sendiri. Penyebab semua ini bisa karena kurangnya keteladanan dari
seorang guru, kurang tertanamnya ‘aqîdah shahîhah dan
nilai-nilai islam dalam hati anak didik, sehingga berakibat pada krisis
karakter.
Usaha
yang dilakukan pemerintah ternyata kurang berjalan, hal ini disebabkan karena
memang kurang pedulinya seorang guru/dosen dalam mengajarkan karakter, atau
karena kurang fahamnya para guru/dosen akan hakikat pendidikan itu sendiri
sehingga krisis karakter ini bisa terjadi.
Mata
pelajaran apapun yang diampu oleh seorang guru/dosen baik itu umum terlebih
agama, maka sudah seharusnyalah bisa memasukkan nilai-nilai keislaman kepada
peserta didik. Dengan begitu secara tidak sadar, karakter peserta didik akan
terbentuk.
Sangat
disayangkan ketika para pemerhati pendidikan mengadakan perbandingan pendidikan
atau studi banding penerapan pendidikan karakter untuk bangsa ini pada bangsa
lain. Padahal belum tentu pendidikan diluar sana sesuai dan pas jika diterapkan
di negara tercinta ini.
Untuk
itu, Dr. Ulil Amri Syafri, M.A dalam bukunya sedikit banyaknya akan menjelaskan
secara gamblang apa itu pendidikan karakter? Penulis berpendapat bahwa buku ini
sangat bagus untuk dikaji dan diinternalisasikan kepada seluruh lapisan
masyarakat, terkhusus bagi para siswa dan mahasiswa.
Dalam
buku ini beliau juga memaparkan bahwa penyebab utama dari gagalnya pembentukan
karakter peserta didik adalah karena tidak berhasilnya para konseptor
pendidikan menekankan pentingnya pendidikan karakter akhlak di lembaga-lembaga
pendidikan, termasuk lembaga-lembaga yang berlabel islam.
Dalam
hal ini, pendidikan berarti memerlukan objek yaitu peserta didik, siapa itu?
Dialah manusia. Betapa banyak ilmuan barat yang mengemukakan pendapat mereka diantaranya
tentang hakikat manusia dan potensi-potensi yang dimilikinya serta unsur-unsur
pembentuk manusia. Namun semua itu bertentangan dengan apa yang sudah
dikonsepkan oleh islam.
Manusia
tidak bisa disamakan dengan makhluk lainya, baik itu jin, malaikat, bahkan
binatang sekalipun. Karena memang manusia itu berbeda dengan makhluk diantara
makhluk-makhluk yang diciptakan olehNya, manusia adalah makhluk yang sempurna
dan mulia jika ia hidup di jalan yang sudah ditentukanNya, dan sebaliknya ia
akan menjadi hina ketika ia tidak berjalan dijalan yang sudah ditentukanNya.
Kemudian
mengenai pendidikan islam yang berobjek pada manusia itu sendiri, beliau maparkan
bahwa pendidikan islam bertujuan untuk melahirkan generasi yang baik sesuai
dengan kehendak Allah yang mana senantiasa memegang amanah sebagai khalifah di
muka bumi (Syafri, 2012: 35).
Mengenai
makna pendidikan, Ulil dalam bukunya memaparkan beberapa pendapat para ahli,
sehingga dengan begitu para pembaca dapat mengetahui perbedaan makna/arti dari
pendidikan itu sendiri yang memang selama ini mungkin istilah-istilah itu tidak
asing lagi seperti tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib.
Pada
pembahasan pendidikan karakter berbasis Al Qur’an, beliau menjelaskan bahwa Al
Qur’an telah melakukan proses penting dalam pendidikan manusia sejak
diturunannya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam (Syafri, 2012: 57).
Dalam
buku itu juga dijelaskan hal-hal yang berkaitan dengan akhlak, seperti
pengertian dari akhlak itu sendiri dan ruang lingkupnya serta kesatuan antara
akhlak dan akidah yang tidak boleh terpisahkan.
Sebelum
menapaki bab terakhir (kesimpulan), dalam buku tersebut juga dijelaskan
model-model pendidikan akhlak dalam Al Qur’an seperti model perintah, model
larangan, model targhîb (motivasi) dan model-model lainnya.
Pada
bab ini, penjelasan yang diberikan oleh Dr. Ulil menurut penulis sangatlah
jelas dan mudah untuk difahami setiap orang, karena selain dari segi bahasanya
yang sederhana, dalam pembahasannya itu beliau senantiasa memasukkan
contoh-contoh dari ayat-ayat Al Qur’an itu sendiri terhadap setiap model
pendidikan akhlak dalam Al Qur’an.
Akhirnya
dikesimpulan buku ini beliau menjelaskan bahwa pendidikan karakter di Indonesia
tidak bisa dilihat seperti masa silam. Menyederhanakan pendidikan karakter sama
saja menyederhanakan eksistensi manusia, dan memperhatikan pendidikan karakter
adalah salah satu bentuk memuliakan manusia, karena memang pada hakikatnya
manusia itu mulia.
Jadi
pendidikan karakter dalam perspektif islam menurut beliau adalah pendidikan
akhlak yang berorientasi tidak saja pada aspek duniawi tapi juga ukhrawi dan
dengan konsep pendidikan akhlak berbasis Al Qur’an ini, manusia diajarkan untuk
selalu menjadi baik serta mampu mencegah perbuatan buruk (Syafri, 2012:
149-150).
Selamat
membaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar