Ketika penulis
sedang berjalan di sebuah toko buku yang cukup terkenal (gramedia) di kota
Bogor. Tiba-tiba penulis dikejutkan dengan sebuah buku yang diberi judul Muhammadiyah
itu NU: Dokumen Fiqh yang Terlupakan. Sontak penulis penasaran dalam hati
dan bertanya-tanya kira-kira apa isinya? Karena buku masih dalam keadaan
tersegel dan tidak boleh dibuka, tanpa fikir panjang penulis pun langsung
membawa buku itu dan membayarnya dikasir. Pada awal buku ini bagi penulis sudah
menimbulkan berbagai pertanyaan apa benar Muhammadiyah itu NU? Walaupun
penulis tidak begitu memahami tentang sejarah dan bagaimana perkembangan
Muhammadiyah secara detailnya, paling tidak ada sedikit banyaknya tentang
Muhammadiyah ini diketahui penulis. Ketika penulis meneruskan bacaan buku ini,
penulis bergumam ini orang yang katanya mau mempersatukan umat Islam
terlebih antara Muhammadiyah dan NU khususnya malah mau memperpecah-belah umat!
Pengarangnya
mengatakan bahwa dulunya Muhammadiyah sebenarnya seperti NU (walaupun waktu itu
NU belum lahir). Hal ini disebabkan kitab fiqih yang dikeluarkan Muhammadiyah
pada tahun 1924 adalah kitab fiqh yang pada saat ini digunakan oleh NU (atau
isi kitabnya sama dengan isi kitab yang dipakai oleh NU), padahal Muhammadiyah
sekarang meninggalkan kitab fiqihnya itu. Terkait ini benar atau tidak allahu
a’lam namun yang perlu penulis garis bawahi jikalau toh pendapat ini
benar maka hal ini wajar karena fiqih akan selalu mengalami perkembangan dari
zaman ke zaman maupun situasi asal dengan syarat masih berpegang teguh kepada
Al Qur-an dan As Sunnah. Dan fiqih yang muhammadiyah gunakan bukanlah fiqh yang
tidak berlandaskan agama. Amalan-amalan yang di fahami muhammadiyah seperti
yang terdapat di dalam buku tanya jawab agama misalnya adalah betul-betul
berdasarkan kajian mendalam terhadap agama, dan bukan sembarang jawab.
1.
Jika
memang benar (baca hal 33) ilmu falak sebagai metode hisab dalam pelaksanaan ibadah,
penentuan tanggal hijriyah dan lain-lain, tapi mengapa NU sekarang tidak pernah
sama dengan Muhammadiyah dalam penentuan awal tahun hijriyah? Atau mungkin NU
tidak menggunakan metode hisab? Padahal disebutkan dalam buku ini bahwa Muhammadiyah
menggunakan metode hisab dan Muhammadiyah itu NU sedangkan kitab yang
dipakai NU adalah kitab Fiqih Muhammadiyah tahun 1924. Seharusnya NU juga
menggunakan metode hisab ini. Yang menjadi pertanyaan penulis adalah jika yang
ditulis pengarang buku ini mengandung kebenaran maka seharusnya NU menggunakan
metode hisab, atau mungkin NU meninggalkan metode ini?
2.
Di
hal 24 disebutkan bahwa Muhammadiyah menggunakan dalil-dalil melimpah (khusus
buku Tanya jawab agama). Pengarangnya menyatakan:
“buku ini adalah buku sejarah yang sederhana, dalam hal sejarah
fiqih, dan karenanya tidak perlu memasang dalil melimpah, ataupun rujukan
asing, baik berbahasa Arab maupun Inggris………”
Penulis katakan bahwa wajar jika buku tanya jawab agama ini banyak
memberikan dalil supaya hukumnya jelas, bukankah dalam berfatwa harus
berlandaskan ilmu?, dan rujukan yang harus dipegang kuat adalah Al Qur’an dan
As Sunnah sedangkan pendapat para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in.
3.
Allahu
A’lam Muhammadiyah pada awalnya benar
menggunakan mazhab Imam Syafi’i atau tidak namun yang perlu peulis garis bawahi
memang benar bahwa Muhammdiyah tidak bermazhab namun Muhammadiyah bisa saja
mengambil pendapat dari pada imam mazhab selama dalil yang dikemukakan kuat dan
lebih kuat dari dalil lainnya. Imam Syafi’i sendiri pun beserta para imam
mazhab lainnya seperti Imam Hanafi, Malik, dan Hanbal sebenarnya pernah
mengatakan yang intinya jangan mengambil pendapat mereka yang bertentangan
dengan mereka. Imam Syafi’i menyatakan mazhabku adalah apa yang sesuai
dengan Al Qur’an dan As Sunnah.
4.
Ada
halaman yang menyebutkan kemungkinan/mungkin seperti di halaman 59. Di sana
tertulis kemungkinan. Dari kata tersebut menyatakan keragu-raguan
pengarang terhadap apa yang ia tulis.
5.
Penggunaan
kata Wahabi hanya digunakan oleh orang-orang yang tidak senang dengan dakwahnya
syaikh Muhammad Abdul Wahab. Dalam bukunya pengarang juga menggunakan kata tersebut
yang berarti menurut penulis, pengarang juga tidak sejalan dengan pemikirannya
Syaikh Muhammad Abdul Wahab. Yang mana ini nanti sebelumnya erat kaitannya
dengan pemikiran KH. Ahmad Dahlan dalam perihal bahasan tentang pembaharuan
atau tajdid.
6.
Sepertinya
pengarangnya juga menganggap KH. Ahmad Dahlan lebih mengutamakan para
sahabatnya, muridnya serta orang-orang yang nantinya meneruskan perjuangan
beliau dan juga pengarang buku ini merendahkan penerus beliau seperti KH. Mas
Mansur (silahkan lihat halaman 60).
7.
Di
halaman 64 disebutkan seolah-olah antara Muhammadiyah dan NU berselisih hanya
karena label pembaharu dan tradisional. Padahal sejauh pengetahuan penulis
tidak sama sekali dan apa yang dinyatakan oleh pangarang buku ini jauh sekali
dari kenyataan yang sebenarnya, justru para ulama Muhammadiyah dulunya dan
sampai sekarang Insyaallah selalu menjaga silaturahim dengan NU.
Perlu penulis
tegaskan lagi bahwa sebenarnya bagi penulis, perbedaan pendapat dalam masalah
fiqih tidak menjadi masalah selama masing-masing mempunyai dalil yang kuat dan
tetap berpegang kepada Al Qur’an dan As Sunnah. Sepertinya pengarang buku ini
memang tidak faham tentang apa Muhammadiyah itu ya karena memang mungkin
ga mau faham dan memang sengaja untuk memprovokasi baik dari kalangan
Muhammadiyah maupun NU khususnya serta ormas-ormas lainnya. Padahal yang dibahas dalam buku ini adalah
permasalahan fiqhiyah saja antara Muhammadiyah dan NU. Sampai-sampai demi hawa
nafsunya pengarang buku ini berusaha untuk menebarkan kebencian dikalangan umat
Islam dengan hanya membahas masalah fiqih. Masyaallah padahal pada
halaman-halaman awal buku ini pengarang menyebutkan bahwa masalah perbedaan
dalam fiqih sebenarnya sudah ada sejak dahulu dan ini sudah biasa dan hal ini
tidak masalah . Tapi mengapa ketika terjadi perbedaan pendapat antara fiqih
Muhammadiyah 1924 yang sekarang menjadi Majelis Tarjih dengan fiqihnya NU, maka
justru pengarang malah mempermasalahkannya? Aneh bukan? Kecuali terjadi
perbedaan aqidah atau Muhammadiyah sudah menyimpang dari aqidah yang benar
misalkan memperbolehkan bertawasul kepada patung, dan inilah yang seharusnya
yang menjadi masalah. Tidak ada yang mempermasalahkan masalah fiqh kecuali
orang yang hanya ingin membuat perpecahan atau ia tidak faham tentang ukhuwah
Islamiyah itu sendiri. Allahu A’lam
[1] Alumni Pondok
Muhammadiyah Hajjah Nuriyah Shabran Universitas Muhammadiyah Surakarta 2012 (S1)
dan mahasiswa alumni Pondok Pesantren Mahasiswa dan Sarjana Ulil AlBaab (PPMS)
fakultas pascasarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor 2014.
[2] Bantahan ini
penulus buat hanyalah untuk meluruskan apa yang belum difahami oleh
pengarangnya dan juga masyarakat ada umumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar