Analog 0018b

Entri Populer

Senin, 13 Januari 2014

Interaksi Dengan Al-Qur'an


Oleh: Nasrullah
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor,
Jurusan Pemikiran dan Pendidikan Islam semester III

Al-Qur’an diturunkan memiliki banyak fungsi, di antara fungsinya adalah sebagai huda (petunjuk). Petunjuk bagi seluruh umat manusia termasuk jin sekalipun al-Qur’an tetap sebagai petunjuk pedoman shirathal mustaqim (jalan yang lurus). Siapa saja yang berpaling dari al-Qur’an maka sudah dipastikan ia tersesat, dan siapa saja yang selalu berpegang teguh terhadapnya, selalu memegang, berpedoman padanya, maka ia akan mendapatkan petunjuk. Dalam memahami al-Qur’an diperlukanlah sebuah alat, di antara alat tersebut adalah bahasa Arab. Dengan bahasa Arab, maka seseorang akan mudah untuk memahami al-Qur’an. Karena al-Qur’an diturunkan oleh Allah dalam bahasa Arab dan tentu bagi siapa saja yang ingin berinteraksi dengannya harus bisa berbahasa Arab.
Yusuf al-Qardhawi dalam kitabnya Kaifa Nata’ammalu Ma’a al-Qur’an al-Azhim? Menyebutkan bahwa “di antara tuntutan tadabbur  al-Qur’an adalah agar kaum Muslimin berdialog dan berinteraksi dengan al-Qur’an yang ia baca dengan akal dan hatinya”. Ini berarti bahwa untuk berinteraksi dengan al-Qur’an membutuhkan perenungan, keseriusan, mencurahkan segala hatinya untuk memahami setiap ayat yang ia baca. Dengan mengerahkan kemampuannya tadi maka ia berarti telah berdialog dan berinteraksi dengan al-Qur’an. Allah swt menurunkan al-Qur’an untuk ditadabburi ayat-ayatnya serta difahami makna yang terkandung di dalamnya. Dengan begitu seseorang akan mendapatkan petunjuk dan tidak akan tersesat dari jalan yang dikehendaki Allah swt yaitu jalan yang diridhai-Nya untuk selama-lamanya. Mengenai tadabbur Allah swt berfirman yang artinya “ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran” (Q.S: Shad: 29).
Lalu bagaimana cara untuk lebih memahami al-Qur’an, supaya al-Qur’an lebih meresap, merasuk dalam jiwa kita selain cara merenungkan setiap ayat-ayat tadi? Caranya adalah yaitu tadi dengan memahami bahasa Arab. Dengan bahasa Arab, maka al-Qur’an akan lebih difahami. Dengan bahasa Arab pulalah seseorang akan mudah untuk berinteraksi dengannya berarti dalam memahami al-Quran tidak cukup dengan membaca terjemahannya saja. Para sahabat Rasulullah saw saja mereka tidak akan meneruskan bacaan ataupun hafalan mereka jika mereka belum memahami sepenuhnya maksud dari surat ataupun ayat yang mereka baca. Ini menandakan keseriusan mereka dalam mengkaji serta merenungkan makna dari ayat-ayat al-Qur’an.
Kemudian cara yang  lain untuk berinteraksi dengan al-Qur’an yaitu dengan cara menghafalnya termasuk selalu mendengarkannya. Bagaimana mungkin orang yang ingin berinteraksi dengan al-Qur’an tidak membacanya? Mustahil kan? Selain memaca, menghafal adalah diantara cara untuk berinteraksi dengan al-Qur’an. Kemudian setelah membaca, menghafal, mendengarkan bacaannya yang disusul dengan mentadabburinya, maka hal yang harus dilakukan adalah pengamalan dari ayat-ayat al-Qur’an itu sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Namun yang ingin penulis tekankan dalam hal berinteraksi dengan al-Qur’an adalah kemampuan yang cukup di dalam membacanya. Jadi siapa saja berhak untuk berinteraksi dengan al-Qur’an khususnya tadabbur al-Qur’an, entah anak-anak maupun orang tua sekalipun. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Syaikh Prof. Dr. Naseer al-Omar, ketua lembaga Tadabbur Al Qur’an internasional.  Allahu A’lam.


Evaluasi Hari Ibu


Oleh: Nasrullah, S.Pd.I
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor,
Jurusan Pemikiran dan Pendidikan Islam

Tulisan ini hanya sekedar mengevaluasi hari ibu yang orang-orang kadang lupa dan kadang pula ingat akan hari itu entah sengaja melupakannya atau memang benar-benar lupa. Hari ibu, termasuk hari-hari dengan penamaan lainnya seperti hari pahlawan, hari kebangkitan nasional, hari guru dan hari-hari lainnya tentu memiliki makna atau menyimpan sebuah kenangan yang indah ataupun sebaliknya. Umpamanya hari guru, mungkin hari itu menandakan hari yang penuh dengan sejarah, moment yang penting, tidak bisa untuk dilupakan yang orang-orang harus memperingatinya atau tidak, dan begitu juga hari ibu. Jika melihat pengorbanan seorang ibu untuk anak-anaknya, dimulai ia mengandung, melahirkan sampai mendidik anak-anaknya sampai saat ini patut untuk diberikan penghargaan. Penghargaan yang tidak akan pernah bisa dibalas oleh anak-anaknya, karena kasih sayangnya yang tulus. Maka tidak salah jika ada sebuah lagu yang sudah popular dari dulu hingga sekarang “kasih ibu sepanjang beta tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia”.
Kasih seorang ibu yang tidak pernah lelah, dia rela mengalah, tidak tidur sepanjang malam kecuali sedikit, tidak pernah mengeluh, selalu tersenyum dihadapan anak-anaknya walaupun ia merasakan beratnya tanggung jawab sebagai seorang ibu. Dan itulah seorang ibu, ia rela berkorban untuk kita semua. Namun sangat disayangkan ketika ada anak yang membangkang terhadap perintah ibunya, ia tega mencaci maki ibunya, menghardiknya, bahkan sampai membunuhnya disebabkan karena keinginannya yang tidak dipenuhi oleh ibunya. Sangat memprihatinkan memang kondisi anak-anak sekarang yang banyak bertingkah seperti itu, bertindak kasar, masa bodoh terhadap ibunya. Apakanya yang salah? Apakah didikan ibunya yang salah, atau karena anaknya yang memang benar-benar tidak mau dididik? Maka tidak salah memang pepatah yang mengatakan “air susu dialas dengan air tuba” yang berarti bisa disandingkan/diartikan dengan kondisi saat ini bahwa kebaikan-kebaikan yang telah seorang ibu berikan malah dibalas dengan keburukan.
Kadang orang merelakan waktu untuk sang pacar. Ia menghabiskan hari-harinya bersamanya. Mungkin juga disibukkan dengan pekerjaannya. Tapi bagaimana dengan ibunya? Ia justru malah mencampakkannya, ia tidak ingat bagaimana dulunya perjuangan ibu dalam mengasuhnya, merawatnya hingga bisa berhasil menjadi sarjana. Apalah gunanya gelar jika ia tidak berbakti kepada ibunya? Sadarlah putera puteri bangsaku, kembalilah kepada ibumu, temui ia, berbaktilah kepadanya selagi kalian dan ia masih ada di kehidupan ini. Memang kadang anak serba salah dalam berbuat kebaikan terhadap ibunya. Mengapa? Kadang-kadang ada juga ibu yang tega terhadap anak-anaknya, menyiksa bahkan membunuh darah dagingnya sendiri. Coba lihat betapa malangnya anak-anak yang tidak berdosa, setelah kelahirannya mereka tidak mendapat pengakuan dari ibunya, ia dibuang begitu saja, di tempat sampah, di semak-semak dan tempat-tempat buruk lainnya yang seharusnya anak bersama ibunya.  
Kadang ketika anak-anak seperti itu sudah tumbuh dewasa, maka ia mulai berfikir dan bertanya-tanya “di manakah ibunya? Segitu tegakah ibunya menitipkannya di panti asuhan? Apa kesalahan yang ia perbuat hingga saat ini ia tidak pernah bertemu dengan ibunya? Apa sebenarnya yang menjadikan ibunya tega dan rela meninggalkannya begitu saja? Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Dan memang sejahat apapun orang tua khususnya ibu, tentu ia tidak menginginkan anaknya menjadi jahat. Namun terkadang nafsu jahatnya lah yang menyebabkan ia berbuat melanggar hati nuraninya sendiri begitu juga anak yang melupakan ibunya. Hati nurani yang bersih seorang ibu tentu tidak akan pernah berbuat demikian terhadap anak-anaknya.
Beberapa hari yang lalu, di salah satu media cetak beredar sebuah berita seorang ibu tiri yang tega berbuat aniaya terhadap anaknya bahkan tega membunuhnya. Atas dasar apa ia berbuat seperti itu? Apakah karena kenakalan anaknya? Penulis rasa jika seorang anak berbuat sedikit nakal, karena ia masih berada dalam masa-masa pertumbuhan, jadi wajar saja karena anak-anak masih belum bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana hal-hal yang tidak boleh/perlu dilakukan oleh anak seusianya bahkan hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh orang dewasa maupun orang tua, dan sekali lagi penulis katakan ini wajar, justru dengan perilaku anaknya seperti itulah seorang ibu harus membimbingnya. Namun yang ingin penulis katakan di sini adalah seberapa jahat seorang ibu, maka seorang anak harus tetap berbuat baik kepadanya, tetap berbakti. Karena jasa-jasanya yang tidak akan pernah bisa untuk diganti dengan sesuatu apapun kecuali dengan cara membahagiakannya, dan itupun penulis rasa masih sangat kurang, jauh sekali dari pada jasa-jasa yang telah ia berikan kepada anak-anaknya.
Tulisan ini tidak bermaksud untuk menjelek-jelekkan seorang ibu ataupun anak-anaknya, namun hanya sebagai bahan evaluasi. Yaitu sudah sejauh mana peran seorang ibu dalam mendidik anak-anaknya dan sejauh mana bakti anak-anaknya terhadap ibunya yang sudah melahirkan, mendidik serta membesarkannya sampai saat ini. Dan mungkin di hari ibu-lah semua itu akan mengingatkan akan jasa-jasa seorang ibu. Walaupun sebenarnya berbakti, berbuat kebaikan terhadap ibu tidaklah mengenal tempat dan waktu, kapan dan di manapun, tapi seoarang anak harus berbakti dengan penuh kesungguhan selama sisa hidupnya. Hari ibu, 22 Desember adalah hari yang mungkin penuh dengan sejarah. Salah jika seorang anak hanya mengucapkan “selamat hari ibu” pada waktu itu saja, namun bagaimana hari-hari lainnya? Apakah hanya dengan mengucapkan “selamat hari ibu” itu sudah mewakili berbaktinya seorang anak terhadap ibunya? Penulis rasa ini tidak, dan inilah yang menjadi permasalahan kita bersama. Hari ibu hanyalah sebagai peringatan/mengingatkan kembali bagi orang-orang yang jauh dari ibunya, jauh dari berbakti kepadanya, hari yang diharapkan dapat menyadarkan kembali bagi mereka yang lupa akan ibunya, lupa akan jasa-jasa serta kebaikan-kebaikan yang selama ini diberikan kepadanya.
Kadang anak lupa kepada ibunya ketika ia sudah menduduki, atau mendapatkan pekerjaan, kedudukan yang tinggi dalam pemerintahan misalnya. Tapi ingatlah,  semua ini tidak lepas dari campur tangan seorang ibu. Di balik kesukesan seorang anak, ada seseorang yang senantiasa mendorongnya, memberikan semangat dan do’a, ialah orang-orang terdekatnya khususnya “IBU”.  Ibu adalah seorang sosok yang luar biasa, dengan kasih sayangnya ia rela mati untuk membela anak-anaknya ketika bahaya mengancam. Ia pertaruhkan nyawanya hanya untuk melindungi anak-anaknya yang ia sayangi, dan sungguh ironis dan mengecewakan jika ada anak yang durhaka terhadap ibunya. Maka jangan sekali-kali kita mengecewakan ibu kita, jika hal itu terjadi maka segeralah meminta maaf kepadanya dan segera memperbaiki kesalahan yang telah kita perbuat. Karena dengan mengecewakannya, berarti kita telah mengundang murka Tuhan. Mengapa? Karena dengan kekecewaannya bisa saja jalan hidup kita tidak akan mulus, hidup penuh dengan kesulitan, terombang ambing dalam banyaknya permasalahan hidup yang tidak kunjung selesai dan masalah lainnya.   
Jika seoang ibu sudah mengalami usia lanjut, wajar jika ia memiliki sikap atau sifat sensitif. Memang ada juga anak yang tidak mau mengakui ibunya, hal ini disebabkan beberapa faktor. Bisa jadi karena ia sudah sukses menjadi jutawan punya mobil mewah, istri cantik, anak-anak yang cerdas, sedangkan ibunya? Miskin, tidak punya apa-apa, lantas anak ini tidak mau mengakui ibunya sendiri entah karena apa, entah malu atau lupa? Atau sengaja melupakan ibunya? Cukuplah kisah “Malin Kundang” menjadi pelajaran bagi kita bersama. Dan anak yang baik adalah anak yang selalu ingat kepada ibunya, anak yang selalu berusaha untuk membanggakan ibunya, membahagiakannya dengan segenap jiwa raga. Jadi intinya adalah berbakti kepada orang tua khususnya ibu adalah hal yang harus dilakukan, tidak mengenal tempat, ruang dan waktu, kapan dan dimanapun kita berada tetap harus berbakti kepadanya. Berbakti kepadanya tidak hanya pada hari tertentu saja tapi sepanjang zaman selagi hayat masih dikandung badan. Lalu bagaimana jika orang tua telah tiada? Maka bagi orang Islam yang dilakukan adalah menyambung tali “silaturrahim” terhadap saudara, kaarib kerabat dari orang tua termasuk teman-teman mereka dan senantiasa mendo’akan mereka. Mendo’akan tidak hanya ketika mereka ada tapi ketika mereka tiada pun mereka haruslah tetap dido’akan untuk kebaikan dunia dan akhirat atas jasa-jasa mereka yang sangat luar biasa bagi kehidupan anak-anaknya. Allahu A'lam


Muhasabah vs Hura-hura



Oleh: Nasrullah, S.Pd.I
Mahasiswa Pascasarjana,
Jurusan Pemikiran dan Pendidikan Islam
Universitas Ibn Khaldun Bogor


Muhasabah bisa kita artikan sebagai instropeksi, dan muhasabah bisa juga diartikan sebagai evaluasi diri. Evaluasi? Evaluasi bisa dikatakan sebagai proses penilaian/menilai. Berarti muhasabah bisa dimaksudkan dengan mengevaluasi. Muhasabah berarti kita merenungkan kembali segala amal perbuatan yang telah kita lakukan, seberapa banyak amal kebaikan dan keburukan yang telah kita lakukan selama satu hari ini. Sudahkah kita merenungkannya? Padahal Allah swt mengingatkan kepada hamba-hambaNya untuk selalu bermuhasabah, instropeksi diri atas apa yang telah kita lakukan dan apakah bekal yang kita lakukan sudah cukup layak untuk menggapai kebahagiaan akhirat? Lihat (Q.S al-Hasyr: 18).
Pada saat ini sebentar lagi dengan hitungan hari maupun jam saja orang-orang akan merasakan pergantian tahun dari 2013 ke tahun 2014. Sebuah pergantian tahun yang seringkali ditunggu-tunggu banyak orang. Selain tasyakuran, selamatan karena masih diberikan umur yang panjang namun ada juga sebagian orang yang mengisi pergantian tahun dengan acara hura-hura, berfoya-foya dan agenda-agenda mubadzir lainnya. Berapa dana yang sudah dikeluarkan hanya untuk perbuatan mubadzir ini. Banyak yang tidak sadar akan sebenarnya semakin tahun semakin berkuranglah umurnya, berarti jatah atau sisa hidupnya di dunia semakin berkurang. Apakah tidak sebaiknya dana-dana yang dikeluarkan untuk acara tersebut dialih fungsikan untuk menyantuni anak-anak yatim misalnya? Atau untuk orang-orang yang lebih membutuhkan lainnya. Jika dialih fungsikan seperti itu maka tentu akan banyak sekali manfaat yang didapat. Selain ia mendapatkan pahala, juga akan memberikan kebahagiaan terhadap orang yang santuni serta manfaat-manfaat lainnya.
Sekali lagi fenomena ini adalah fenomena tiap tahunnya dilakukan dan disaksikan oleh banyak orang entah di daerah manapun. Sangat menyedihkan dan mengerikan ketika malam itu terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Suatu hal yang jelas-jelas melanggar agama yaitu pesta minum-minuman keras, narkoba, perzinahan, dan tindak kriminal lainnya. Namun disela-sela itu/pada malam itu juga banyak orang-orang yang melakukan kegiatan dzikir jama’i (dzikir bersama-sama) dalam rangka bermuhasabah diri. Dan ini lah yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang beriman tatkala ingin meningkatkan keimanan mereka. Dzikir merupakan salah satu cara untuk muhasabah. Mengingat kembali dosa-dosa lalu yang pernah dilakukannya.
Islam mengajarkan agar selalu muhasabah. Muhasabah tidak hanya dilakukan tiap tahun tapi harusnya muhasabah ini dilakukan tiap harinya bahkan kalau perlu tiap jam, tiap detik nafas yang berhembus. Muhasabah bisa dilakukan setiap malam ketika akan tidur atau ketika setiap shalat wajib maupun sunnha seperti shalat malam misalnya, dengan begitu diharapkan seseorang yang siangnya melakukan maksiat, keesokan harinya tidak melakukan maksiat, atau orang yang siangnya sudah melakukan amal kebaikan, maka keesokan harinya diharapkan bisa meningkatkan amal kebaikannya. Dan orang yang telah melakukan kebaikan-kebaikan bisa lebih meningkatkan dan menambah kebaikan-kebaikan lainnya lebih banyak lagi. Sangat bagus pepatah Arab untuk kita renungkan bersama “berbuat/beramallah untuk duniamu seolah-olah engkau hidup selamanya, dan beramallah untuk akhiratmu seolah-olah engkau mati besok”.
Pepatah Arab ini mengajarkan kepada kita bahwa hendaknya setiap orang selalu beramal untuk kebaikannya di dunia dan akhirat. Bekerja untuk dunia namun tidak melupakan akhirat. Bekerja di dunia adalah sebagai bekal nantinya di akhirat. Sehingga dengan bekal yang banyak (takwa) maka itulah sebaik-baik bekal yang menghantarkannya kepada kebahagiaan akhirat. Dari sini juga hendaknya seseorang memperhatikan amal perbuatannya yang baik-baik (amal shaleh). Sudahkah amal-amal kita mendapat ridho dari Allah swt atau sebaliknya? Semoga kita selalu mendapatkan petunjuk untuk berada pada jalan yang diridhoiNya. Allahu A’lam.